Ulasan Buku: Funiculi Funicula
Kalau ada pilihan untuk kembali ke masa lalu, semua manusia pasti menginginkannya. Berjalan mundur, berharap mengubah sesuatu, dan mendapati hari ini dengan jalan yang berbeda. Menyenangkan, ya?
Bagaimana kalau kita hanya boleh kembali ke masa lalu, sekedar mengenang dan tidak dapat mengubah apa-apa untuk hari ini. Masihkah menjadi tawaran yang menyenangkan?
Funiculi Funicula bercerita tentang sebuah kafe yang mengantarkan orang-orang pergi ke masa lalu. Tapi pergi ke masa lalu, tidak mengubah apapun. Mereka hanya bisa mengulang kejadian yang ada, lalu kembali dengan kenyataan yang sama. Tidak akan ada yang berubah.
Selain tidak mengubah apapun, ada sederet peraturan yang memberatkan. Yang bisa pergi ke masa lalu, hanya mereka yang pernah datang ke kafe tersebut. Duduk di kursi tertentu dan tidak boleh beranjak dari sana. Punya batas waktu yang ditandai dengan kopi yang mendingin.
Kembali ke masa lalu adalah sesuatu yang bertentangan dengan hukum alam. Tapi beberapa memilih hal tersebut. Setidaknya mereka ingin mengerti, menyampaikan, dan memaknai sebuah kenangan di kepala.
Ada perempuan yang mau memperbaiki hubungan dengan kekasihnya. Seorang istri yang mau bertemu suaminya kembali. Kakak-adik yang yang ingin berbagi rasa sayang dan pengertian. Serta ibu-anak yang ingin bertemu untuk saling mengucap maaf dan syukur.
Pada akhirnya, mereka memilih untuk menjelejah waktu meski tidak mengubah apapun di masa kini. Membebaskan diri dari rasa bersalah mungkin salah satu alasan yang mereka pilih.